Minggu, 01 April 2012

Meeting (YunJae)


BGM : You’re - JYJ

Aku sedang sibuk memencet keypad handphoneku, mengirim pesan singkat pada Junsu agar tak menungguku makan malam kali ini, selesai mengetik pesan kuputar kepalaku kesamping, aku melongok dari dalam jendela mobil, jikalau ada restaurant baru yang bisa kukunjungi disekitar sini, sayangnya hanya ada mini market 24 jam yang sudah pasti hanya ramen yang bisa kutemui di dalamnya, aku menggembungkan pipi, kecewa.

Aku terperanjat melihat seseorang namja berperawakan tak asing, menarik pintu mobilku kasar, lalu masuk tanpa ijin dan merebahkan dirinya di jok sampingku. Awalnya kukira dia seorang bandit yang mau menyabotase mobilku, tapi aku kenal siapa dia, ia orang yang kutunggu hampir sejam yang lalu. Ia duduk di jok depan berdampingan denganku, perlahan ia turunkan topi hitam yang menutupi hampir sebagian wajahnya. Ia menatapku dengan tatapan aku-berhasil-lolos, senyum lebarnya mengembang.

“Ayo jalan__,” perintahnya.

***

Di dalam mobil

“Kau sudah makan?” aku mengerem mobilku tepat ketika traffic light berubah warna menjadi merah.

“Apakah aku terlihat seperti orang yang sudah makan? Bukankah kau sudah hafal jadwal biasanya?” Ia memutar bola matanya ke arahku, kurasa ia tahu kalau aku hanya basa basi.

“Oke, aku tahu__,” aku mulai mengeluarkan handphone dari saku jasku.

“Ya! Bisakah kau berhenti menekan-nekan benda menyebalkan itu di depanku!” Ia merampas handphone itu dari genggamanku, aku ingin meneriakinya tapi kuurunkan niatku, ini bukan saatnya untuk bertengkar.

“Haaah__,” aku menghela nafas, “Berhentilah bersikap seperti anak kecil Yunho-ah, aku hanya mau membalas pesan Junsu.” Aku berusaha memberikan pengertian padanya.

Sepertinya ia tak mau mendengar penjelasanku, ia melepas bateray handphoneku, lalu memasukkan handphone dan bateray yang sudah terpisah itu kedalam saku jaketnya.

“Kau tahu__. Aku berusaha sangat keras untuk bisa kabur seperti ini, jadi bisakah kau lebih fokus, karena waktuku tak banyak, ok?” Ia melipat kedua tangannya di depan dada, kepalanya tengadah dan matanya terpejam, bersiap untuk tidur. Aku tak bisa menyangkal apa-apa lagi.

Aku hanya bisa memandangnya prihatin, aku tahu seberapa letihnya ia saat ini, mungkin kontrak budak itu sudah mulai mencekik kewarasannya. Dan ironisnya, tak ada hal yang bisa kulakukan untuk membantunya. Traffic light berganti warna hijau, kuinjak pedal gasku pelan.

“Yunho-ah, apa kau tidur?” aku sesekali melirik kearahnya sambil tetap memperhatikan jalan di depanku. Tapi tak ada jawaban. Baiklah, sepertinya kali ini aku benar-benar sudah membuatnya marah.

“Kau tahu? Tadi aku melihat mini market 24 jam ketika menunggumu, ini membuat ingatanku melayang ke masa itu.” Aku terkikik sebentar, “Hari-hari yang kita habiskan dengan makan ramen berdua, masa-masa sulit kita__.”

Sedetik, dua detik, lima detik...

“Tapi__, kurasa itu adalah ramen terlezat dalam hidupku,” timpalnya tiba-tiba. Aku mengangguk setuju. Ramalan lima detikku selalu berhasil, tiba-tiba aku merasa bangga pada diriku yang tahu apapun tentang namja pecemburu satu ini.

“Jae__,” ia menegakkan badannya.

“Emm?,” Aku meliriknya sekilas, lalu kembali mengarahkan pandanganku kearah mobil di depan yang menyalakan lampu sen kanannya.

“Bisakah kau kembali?”

Reflek, kuinjak rem mobilku. Aku terkejut mendengar pertanyaannya “kembali?,” kami sama-sama tahu apa maksud dari kata itu, dan aku tak sanggup untuk menjawabnya, tiba-tiba perasaan bersalah merayapi hatiku, membuka luka lama yang terlalu perih untuk kembali diingat.

Aku menatap matanya yang begitu sendu dan penuh harap, ia terlalu menyedihkan saat ini, aku memutar bola mataku, sebaiknya aku tak menatapnya sekarang, kuarahkan pandanganku jauh kedepan.

“Kurasa pembicaraan tentang ini sudah berakhir setahun yang lalu__,” jawabku.

Ia menghela nafas panjang, lalu keheningan merayap diantara kami, kami terlalu lelah untuk memulai pembicaraan, atau lebih tepatnya kami tak ingin saling menyakiti satu sama lain, lagi.

Ia membuka pintu mobil lalu melangkah keluar, ia membungkukan badannya dan menyerahkan handphone plus bateray, yang tadi ia kantongi dalam saku jaketnya, padaku.

“Baiklah__, lain kali kalau kita keluar, masakan ramen untukku.” Senyumnya mengembang, namun penuh kepahitan. Aku menatapnya sambil mengangguk kecil, mengiyakan permintaannya.

Lalu pintu mobilku ditutup.

Kusandarkan punggungku pada jok sejenak, kuhela nafasku yang berat, aku meremas handphone dan baterayku, dalam hati aku memaki diriku yang telah mengacaukan acara makan malam kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar