cr: www.tumblr.com
Author: Febryana
BGM: Crazy Love-DBSK
sorry, this update is too late, n i don't know why i take yoochun picture, hahag, just because his smiles so charming maybe, kekeke. Enjoy this part, don't forget leave comments :D
***
“Mau kemana?,” sergah Yunho yang merasa terganggu dengan
Changmin yang tengah berkaca di depan cermin, selera berpakaiannya memang tak
pernah salah, batin Yunho agak kesal.
“Kau sedang tidak berpikir untuk berkencan dengan gadis
Indonesia, bukan?” Yunho sedikit mengancam.
Changmin menarik ujung bibirnya, mulutnya bungkam, tangannya
dengan lincah menata dasi yang melingkar di lehernya, bahkan pertanyaan Yunho
tak dipedulikannya.
“Dengar, aku sedang tak ingin bertengkar, jadi bisakah kau
tak memasang wajah pembunuh seperti itu? Sepertinya kau kehilangan kepekaan
untuk merasa bersalah, Bocah!”
Changmin mendesah, dipandanginya bayangan Yunho dari cermin
di hadapannya, ia lalu menyambar jas hitamnya dan berbalik memandang hyung-nya itu.
“Tentang kebohonganku pada Boa sunbaenim, rasanya kau sudah pasti tahu alasannya, dan kurasa aku
cukup benar untuk yang satu itu,” Changmin mengaitkan kancing jasnya. Ia tahu
kemana arah pembicaraan ini, pasti tidak jauh-jauh dari SMTown Jakarta yang
baru saja berakhir sejam tadi.
Yunho memutar bola matanya, dirasanya Changmin sudah
keterlaluan membohongi Boa di backstage
tadi, tentang gangguan pencernaan itu, sungguh menggelikan, Yunho mendesis
jengkel.
“Kau bukan anak-anak lagi, dan yang barusan kau
lakukan, jelas itu sangat kekanak-kanakan.”
Changmin berdecak, ditatapnya mata Yunho dalam-dalam, “Kalau
begitu bisakah kau percaya padaku sekarang?”
Kini mereka berdua berdiri saling berhadapan dalam jarak
selangkah, dan Yunho terpaksa agak mengangkat sedikit wajahnya, Changmin
terlalu jangkung baginya.
“Bisakah kau memandangku sebagai seorang yang bisa
dihandalkan, yang bisa menopangmu saat kau letih, yang selalu mendukungmu
sekalipun seluruh dunia menghujatmu, yang bisa menjadi tempat pelarianmu saat
kau terhimpit. Bisakah, hyung?”
Yunho mengerutkan keningnya, ini bukan pembicaraan yang
diharapkannya.“Bocah, maksudku…”
“Aku tahu hyung.
Dimatamu aku selalu menjadi anak kecil yang harus kau lindungi, aku tak pernah
menyesal diperlakukan seperti itu, tapi sekali saja, bisakah kau memandangku
bukan sebagai dongsaeng ringkih yang
harus dikasihani? Aku dan kau, saat ini TVXQ hanya kita berdua, bukankah
seharusnya akulah orang yang paling tepat untuk pelarianmu? Aku akan lebih
terluka bila kau memilih orang lain untuk menumpahkan keluh kesahmu itu, dan
sialnya itu menimpa Boa noona.”
Changmin tertawa getir. “Nah, sekarang siapa yang keterlaluan?!”
Tatapan Changmin begitu dalam, menusuk perasaan Yunho,
benar, Changmin tak pernah salah, untuk beberapa detik mereka hanya berdiri
terpaku, memandang satu sama lain, menyadari kalau apa yang terjadi sudah
berhasil menyakiti keduanya, Yunho sadar, atas pilihannya untuk tidak membebani
Changmin tak sepenuhnya bisa dibenarkan.
“Aku tak tahu, bocah, kurasa aku memang patut disalahkan
atas semua ini,” ia berujar kemudian, memecah keheningan yang menggantung.
Changmin menghela nafas dan beranjak mengambil sepatunya,
“Memang, dan kau harus membayarnya,” ujar Changmin sambil mengikat tali
sepatunya.
“Heh?”
“Mulailah dengan berhenti memanggilku bocah!” Changmin
berdiri dan meraih gagang pintu.
Kemudian pintu tertutup, Yunho tersenyum, dan bodohnya ia
baru sadar kalau pertanyaan kemana dongsaeng-nya
pergi belum terjawab.
***
“Sekarang sampai dimana kita?”
Changmin menghempaskan badannya ke sofa, ia melipat
tangannya di depan dada, “Bagaimana kalau kau memberiku makanan dulu sebelum
kita mengulas semua keruwetan ini?”
Yoochun meringis, Changmin memang tak pernah berubah, “Apa
mereka tak pernah memberimu makan, Bocah?”
Changmin meraih remote TV lalu mencari channel dari negaranya,
“Mereka ingin abs-ku tetap pada
tempatnya, Hyung, dan itu
menggelikan.”
Tawa Yoochun pun meledak, ia keluar dari pantry dengan membawa semangkuk ramyun, “Kurasa kau cukup menderita
untuk urusan makanan.”
Changmin membelalakan matanya, ia mengeraskan volume TV,
“Jae-hyung, benar-benar sudah gila!”
Yoochun yang mulai menyadarinya hanya bisa mencoba bersikap
tenang, ia lalu menaruh mangkuk ramyun
itu di pangkuan Changmin. “Makanlah, kalau dingin, tidak akan enak.”
Changmin meletakkan mangkuknya, saat ini baginya yang
terpenting bukan urusan perut, tapi urusan Jae-hyung yang akan melakukan fanmeet
di Indonesia, ia melempar tatapan bagaimana-kau-bisa-membiarkan-ini-terjadi?
pada Yoochun.
“Aku tak bisa berbuat apa-apa, Changmin-ah,” Yoochun memijat
tengkuknya, ia pun sudah kelelahan menghadapi orang tua yang satu itu.
“Dia itu… Semacam iri pada kalian,” bahkan
ia pun tak mengerti atas sikap hyung-nya
itu, berharap semoga kesimpulan yang ia ambil cukup untuk menghilangkan rasa penasaran
dongsaeng-nya itu.
Changmin bergeming, ia lalu meraih mangkuk ramyun-nya, “Haah. Dasar dua orang tua menyusahkan!”
Yoochun juga ikut mendesah, mereka berdua adalah korban dari
keruwetan Yunho dan Jaejoong, dan untungnya, mereka saling memahami kesulitan
yang dialami masing-masing.
Keduanya terdiam untuk beberapa saat, beradu dengan pikiran
masing-masing, antara lelah dan juga tak mau membiarkan ini berlarut-larut
tanpa kejelasan.
“Bagaimana kalau kita biarkan saja mereka?”
“Maksudmu, Hyung?
Kau tidak akan membiarkan keduanya jadi gila dan berakhir di rumah sakit jiwa,
kan? Haha, itu bisa jadi lelucon paling menggelikan abad ini.”
Yoochun terkekeh geli, “Kurasa mereka hanya saling
merindukan, Changmin-ah, membuat sensasi-sensasi untuk menggetarkan Cassiopeia, berharap tidak saling
melupakan meskipun keduanya masih dikuasai ego masing-masing.”
Yoochun menatap
Changmin dengan serius, “Sungguh, mereka lebih kekanak-kanakan dari pada kita,”
dan diakhiri dengan tawa Yoochun yang meledak ke penjuru ruangan.
Changmin terkikik, “Kurasa kau benar untuk yang satu itu.”
“Jadi bagaimana kalau kita juga mulai membuat sensasi
Changmin-ah, tak selamanya YunJae berkuasa diatas kita, kita juga harus lebih
membahana,” Yoochun menyeruput tehnya, “Kurasa ini bukan ide yang buruk.”
Changmin mulai penasaran dengan ide gila hyung-nya ini, “Kalau begitu apa yang
akan kau lakukan? Aku berani bertaruh kau cukup gila untuk urusan seperti ini.”
“Kurasa aku akan memulainya di salah satu adegan drama
terbaruku,” Yoochun melipat tangannya di depan dada, “Tapi, di bagian mana ya
aku bisa melakukannya?”
Changmin sudah menghabiskan ramyun-nya, “Kau dalam masalah besar jika ratingnya turun gara-gara
kegilaanmu itu.”
“Lalu, kau sendiri, apa yang akan kau lakukan?” Yoochun
melempar pertanyaan pada Changmin.
Changmin mengelus-elus dagunya, “Kurasa Tokyo Dome bukan ide
yang buruk.”
“Ya! Kau tak berniat membuat fans kita membabi buta lalu
menghancurkan Tokyo Dome, bukan?” Yoochun menjitak kepala Changmin.
“Auch, sakit tahu!” Changmin mengelus kepalanya, “Tenang
saja, Hyung. Kegilaanku masih pada
batas tidak membahayakan, kau seharusnya khawatir pada kondisi mentalmu.”
Yoochun tertawa, “Kau benar, kau lebih hebat dari aku,
Bocah…,” Yoochun mengelus kepala Changmin.
“Hentikan memanggilku, Bocah!”