Senin, 21 Maret 2011

korean learning

wae? bogoshipo yo
*why?iwant to see him

Annio !!! Babo !!!
*No !!! Stupid !!!

Aku merasa bahasa korea sangat romantis,wkwkwk

Jumat, 04 Maret 2011

Sebuah cerpen part 1

Part 1

Aku berdiri menggigil di depan jembatan ini, antara sadar dan tidak sadar, sepertinya hujan terlalu keras menghujam kepalaku, bunyinya berdentum keras memukul-mukul sekujur tubuhku, migranku kumat lagi, geezz...
Aku melongok ke bawah, airnya deras, aku pasti bisa langsung hilang, pikirku bodoh, pasti tak ada yang menemukan aku, dan mereka akan menyesal karena telah melakukan semua ini padaku, mereka anggap aku ini patung?
Ayo...ayo...lakukan !!!
***
“Gimana?”, tanyaku dengan wajah penasaran sambil mencodongkan tubuh untuk melihat ekspresinya
“Coba aku pikir”,ia memutar-mutar pensilnya
“Pikir apanya? Udahlah Is, langsung aja”Aku memasang tampang cemberut, kembali ke posisiku semula, melipat tangan di depan dada dan membuang muka
“Ok, daripada aku kena marah,” ia meletakkan pensilnya dan mencondongkan tubuh ke arahku
“Huh...Sudahlah, aku tak peduli lagi dengan pendapatmu,” aku memutar bola mataku ke arahnya, aku pasti memenangkan adu mulut ini batinku
“Excellent !!!” ia mengajungkan kedua jempolnya tepat kearah wajahku
“Beneran?”,kupicingkan mataku dan kuhalau kedua jempolnya yang kurasa lebih besar dari sebelumnya
“Kau tak percaya? Mana ada temen baik bohong”, ekspresinya mulai galau, ia mulai membereskan kertas-kertas yang berserakan dengan pandangan tertunduk
“Ok. Aku kirim cerpen ini besok”, aku berdiri dengan penuh semangat dan kusambar kertas-kertas itu dari tangannya, ia terkekeh.
***
Hari ini adalah hari penentuan, hasil lomba cerpen akan diumumkan, pagi-pagi aku bergegas mandi dan merapikan diri, blouse biru dengan jeans abu-abu sudah kusiapkan tadi malam, hari ini harus perfect batinku, dan semua yang kulakukan ini diluar kebiasaanku, ok, semua sudah siap, kumasukkan buku catatan kecil yang selalu menemaniku, dan pena dari Ais, pena tercanggih yang pernah aku dapat, inspirasi cerita selalu saja mengalir dengan memegang pena ini, dompet, sapu tangan, segera semuanya kumasukkan secara acak, dan aku pun turun ke lantai bawah.
“Pagi” aku menyapa kedua orang itu, mereka berdua terlihat sama seperti biasanya, selalu dengan rutinitas yang membosankan
Ayah dengan setelan jas kantor, membaca koran sambil memakan roti selai yang setiap pagi selalu jadi santapan favoritnya, informasi ekonomi selalu menggeliat tiap hari, perusahaan perlu informasi seperti ini, dan ibu dengan jas putih sibuk memukul-mukul keypad black berrynya, sambil mengangkat secangkir teh yang mulai mendingin, ia mengatakan jadwal di rumah sakit selalu padat, jadi perlu konsentrasi tinggi untuk mengatur jadwal-jadwal yang kubenci itu di black berry kesayangannya, itu yang mereka katakan sewaktu aku menanyakan rutinitas aneh setiap pagi di keluargaku ini, semua itu kutanyakan sewaktu aku berumur 8 tahun, dan mulai dari saat itu, aku benci untuk bertanya lagi, kenapa setiap pagi mereka harus menjadi orang-orang yang paling membosankan di rumah ini.
“Pagi, apa kegiatanmu hari ini?”, ayah bertanya seperti biasa, pertanyaan datar, dan ia masih saja berkutat dengan korannya yang berharga, bahkan ia tak memandangku saat melontarkan pertanyaan membosankan itu.
“Aku akan ke sekolah, ada yang perlu aku lihat”, aku berhenti sejenak menunggu respon yang kuharapkan, aku memutar bola mataku ke arah mereka, lagi-lagi tanpa respon, bahkan mereka tidak mau tahu apa yang ingin aku lihat di sekolah, padahal hari ini hari Minggu, seharusnya mereka tahu hari Minggu bukan hari sekolah, Minggu adalah libur, agh, percuma buat mereka semua hari sama saja, semua hari adalah pekerjaan.
Aku mulai memutar-mutar sendokku yang penuh selai kacang di atas roti, masa bodoh dengan mereka, hari ini dalah hariku, aku tak mau moodku berubah hanya karena rutinitas membosankan pagi ini. Aku gigit roti selaiku dengan kuat, aku mengunyahnya cepat, aku tak mau berlama-lama lagi disini, bosan dan menyebalkan.
Handphone ayah berdering, dan ia secepat kilat meletakkan korannya dan mencari-cari di mana benda yang mengeluarkan bunyi bising itu, geezz, ia bisa meletakkan korannya sekarang, batinku.
“Halo...Oya, ok, siapkan semua”, matanya berbinar mendengar suara dari benda kecil itu, ia berdiri dengan semangat.
“Bu, ayo berangkat sekarang, aku perlu secepatnya sampai kantor”, ia memasukkan benda menyebalkan itu ke kantong jasnya. Ibu mendongak dan meletakkan teh yang sama sekali belum diminumnya.
Ayah dan ibu menyambar kedua tas mereka, seperti biasa, aku duduk tenang, kuletakkan roti selai separoku di atas piring, dan membiarkan mereka bergantian mengecup pipiku secepat kilat, setidaknya hal ini yang sedikit kusukai di setiap pagi yang membosankan dalam hidupku, mereka pun melangkah keluar.
“Sampai jumpa, sayang”, kata-kata itulah yang membuat ibu bisa mengalihkan pandangan dari BB-nya, ia memandangku sambil melambaikan tangan.
“Oya, sebentar..bukankah ini hari Minggu?”, ayah berhenti dan menoleh ke arah ibu, aku mendongak ke arah mereka, berharap mereka akan menanyakan kenapa aku pergi ke sekolah hari Minggu, aku mulai lagi mengunyah roti selai separoku dengan rasa penasaran.
“Iya, memang ada apa?”, ibu melirik jam tangannya
“Berarti aku ada meeting penting hari ini, ayo Bu, cepat !!!”, mereka melangkah cepat ke arah mobil yang sudah lama terparkir di pintu depan, dan aku hanya tertunduk, kembali mengunyah roti selaiku dengan kasar, benar-benar pagi yang menyebalkan.