Kamis, 13 Desember 2012

Halteku



cr: www.3.bp.blogspot.com


Halte bus  itu selalu disana, di sampingnya tepat, tiap dua puluh menit sekali bus yang kutumpangi berhenti, dan aku akan turun, menuju ke bangku panjang di hadapanku.

Kamu selalu disana, duduk di bangku halte dengan wajah mengawang ke langit, lalu membuang nafas, desahan kecil itu terasa, selalu begitu, dan aku sempat melihatnya.

Lalu aku beranjak, mengambil beberapa langkah untuk duduk disampingmu, menunggu bus lain yang akan mengantarku menuju tempat yang berbeda, aku diam, tapi selalu penasaran untuk melirikmu dari ujung mataku, dan kamu masih saja menatap kesana, menerawang ke angkasa.

Kali ini, awan berarak lambat, meniupkan udara dingin musim gugur, aroma daun maple beterbangan menggelitik indra penciumku, beberapa musim sudah terlewat, dan untuk beberapa sisanya mungkin akan sama seperti ini, bersama orang asing sepertimu di halteku.

Sepuluh menit kemudian buliran air jatuh dari langit, angkasa kelabu murung, rintik-rintik halus turun, hujan musim gugur, untuk ini aku rela menghentikan waktu, demi menikmati bau hujan yang membasahi jalanan, salah satu yang selalu menjadi favoritku.

Dan tepat ketika mataku terpejam, busku datang, mesinnya menderu, aku harus pergi, beranjak dari tempat dudukku, tapi...

"Pakai payung ini, kau bisa kehujanan nanti__."

Kamu memberikan payungmu, tersenyum singkat, lalu pergi, dan pada akhirnya bayangan punggungmu tak mau pergi, bahkan di sepanjang perjalananku sampai detik ini.

p.s: just inspired by that picture, jang nara-daniel choi, really love that couple ^^b

Rabu, 12 Desember 2012

ini

Kalau aku nulis ini nanti, aku gak kan kaget lagi kalau kamu pikir aku sudah gila, tapi aku gila yang sangat beralasan.

Karena lebih kepada sebuah kebiasaan baruku yang selalu berputar-putar lalu dengan sangat menyesal-tak tahu diri-putus asa balik lagi ke titik awal, mencoba terlihat untuk baik-baik saja, padahal sudah hampir roboh nelangsa.

Aku selalu dan selalu menoleh ke belakang, kepada bekas bayangan yang terpantul di punggungku, kepada jejak kaki yang mengiringi jejakku, kepada suatu aroma yang bahkan tak bisa sedetik saja tak hinggap di indra penciumku. Begitu jelasnya sosok itu mengendap di ingatanku, membuat aku berkunang-kunang, susah membedakan dimana aku berada, nyata atau angan-angan.

Tentang kamu, aku, kita berada dalam area abu-abu, penuh retorika dan bualan, tentang keterkaitan keduanya aku semakin tak yakin, tentang kejelasan keduanya aku semakin tak mengerti, kalau bisa kutanyakan, kenapa harus aku yang terjerembab dalam hal ini? Tapi tak ada jawaban, bungkamlah sudah.

Aku sudah berkali-kali jatuh terjebak, keluar dengan susah payah, jatuh lagi, merangkak lagi, keluar lagi, jatuh lagi, dan yang ini teramat sulit memang.

Sudah kucoba mengunci ini -sesuatu yang tak bisa kunamai dengan pasti- ke dalam sebuah pintu, rapat sekali, tak tertembus, tak kasat mata, tapi bodohnya ini keluar lagi, keluar lagi, bertingkah lagi, bertingkah lagi, menyebalkan sekali.

Dan baru kusadari, kalau pemegang kuncinya adalah kamu, jadi lakukan sesuka hatimu, kali ini aku akan bertahan lebih kuat, lagi...


Selasa, 11 Desember 2012

Bukan Omong Kosong


Aku akan bercerita tentang sebuah omong kosong...

Rasanya mual sekali, saat sekelilingku berputar-putar, tapi hanya aku yang stag di sini, menjadi satu titik dalam rangkaian orbit dimana kamu yang menjadi pusat gravitasinya, aku hanya diam mengamati, memasang tampang sedih, tapi sesekali terkikik geli, aku pintar bersembunyi dan gesit sekali, mungkin kamu akan heran, karena seringnya diriku acuh tapi sebenarnya peduli.

Kalau kau menyadari, dari beribu-ribu orang yang kau temui, akulah yang paling aneh sekali, aku kecil-mungil-keras kepala, kalau kau suruh pergi, aku tak mau, kalau kau suruh diam disini, aku pura-pura pergi, memang begini, dan akhirnya jadi aku yang kelimpungan sendiri.

Aku memang penghafal yang baik, dari tiap jentikan jari, riap-riap rambut kecil, hingga kedipan mata, aku bisa mengingatnya untuk berhari-hari, pintar memang, tapi kamu tak tahu kalau dari semua yang kau lakukan terlihat menarik bagiku, meski kenyataannya aku harus sedikit kewalahan menyimpannya satu per satu.

Perutku rasanya seperti diaduk-aduk, seperti habis naik roller coster, kepalaku pening sekali, seperti habis naik komedi putar, jantungku kembang kempis, seperti ketika mencapai titik tertinggi bianglala, jadi salah siapa semua ini?

Kalau ada kata-kata yang keluar dari mulutku sekarang ini, kau bisa menganggapnya sebagai sebuah omong kosong...

Jadi jangan dengarkan aku begitu saja, jangan lihat aku dari luarnya saja, karena aku memang berbeda dan kau tak kan bisa menemukan diriku yang sebenarnya jika kau melakukannya sama seperti orang kebanyakan.

Lihat, dengarkan, dan percayai dengan hatimu, karena hati bukanlah omong kosong melulu.