Rabu, 23 Mei 2012
Without Words (7)
Title : Without words (7)
Author : Febryana
BGM : Mission-JYJ
Anyeonghaseyo, sya datang bwa part 7 nih, mian telat, btuh waktu lama buat mikir gimana caranya YunJae ketemu, lalala *random
Ok, the previous part is here, please enjoy it and comment, kamsahamnida !!!
Author POV
Laki-laki ini memasang maskernya, membiarkan hidung dan mulutnya tertutup kain abu-abu, kini ia tampak seperti seseorang yang sedang menderita flu, rambutnya? Ia tidak mungkin keluar dengan warna rambut coklat keemasan seperti itu, segera disambarnya tas hitam yang tergeletak di jok belakang, mengacak-acak isinya, tentu saja semua sudah siap disana, topi dan kaca mata, semua peralatan yang selalu ia butuhkan setiap kali menghindari kejaran wartawan, ia menurunkan kaca mobilnya sedikit, berusaha melihat tampilannya dari kaca spion, mengira-ngira apakah ini cukup untuk tidak ketahuan?
Tunggu, ia menaikkan kaca mobilnya lagi, ada yang salah, mana ada pengantar pizza memakai jaket merk internasional, ia memukul kepalanya pelan.
“Ya! Kim Jaejoong, tenanglah sedikit__,” gumamnya pelan.
Siapa lagi kalau bukan karena dia, karena seorang namja yang memohon di depan seluruh warga Korea, seorang namja yang membuatnya merasa bersalah selama tiga hari tanpa jeda, seorang makhluk hidup bernama Jung Yunho yang tak pernah membuat hidupnya tenang untuk sedetik pun.
Ia mengganti jaket kulit coklatnya dengan jaket yang dibelinya kemarin dari seorang adjussi-adjussi pengantar pizza, lengkap dengan tulisan ‘HaHa Pizza’ yang tercetak tebal di belakang punggungnya, tentu saja paman yang sudah berusia 50 tahun itu tak mengenal siapa Kim Jaejoong, tidak ada waktu baginya untuk menonton sebegitu dramatisnya kisah boyband sebesar DBSK, baru kali ini ia merasa senang ada orang yang tak mengenalinya.
Kini ia sudah siap melangkah keluar mobil mewahnya, tapi sebelum itu ia harus bisa memastikan kalau tak ada seorang pun yang melihatnya, okay semua aman. Ia menutup pintu mobilnya pelan, bayangan dirinya kini terpantul di kaca mobil, bukan Kim Jaejoong, tapi seorang adjussi pengantar pizza, tiba-tiba ekspresi wajah Yoochun terlintas begitu saja di pikirannya, “kau-sudah-gila-hyung.”
***
Jaejoong POV
Aku berjalan melewati beberapa karyawan yang wajahnya tak begitu asing bagiku, meski aku tak hafal nama mereka satu per satu, tapi merekalah yang sering kutemui 3 tahun yang lalu, saat kami masih berlima, seperti biasa semua sibuk dengan urusannya sendiri, tak ada waktu untuk berbincang sambil minum kopi di sepanjang koridor, apalagi memperdulikan seorang adjussi pengantar pizza yang melintas di sekitar mereka, sepertinya penyamaran kali ini berhasil.
“Aku tak habis pikir, bocah itu sensitif sekali akhir-akhir ini?”
Aku bergidik sebentar, ini suara Heechul.
“Ia tak pernah memberiku waktu untuk bernafas__,”
Langkahnya terdengar makin jelas, kurasa ia akan muncul dari belokan di depanku, aku mundur selangkah dan berbalik arah.
“Adjussi!!!”
Aku berdiri mematung di tempat, ia menangkap bahuku.
“Kau datang tepat waktu, perutku sudah keroncongan__,” Ia menarik bahuku, aku terpaksa membalik badan menghadapinya, kutundukkan kepalaku.
“Maaf, ini bukan pesanan anda.” Aku berusaha membuat suaraku terdengar berat dan dalam.
“Yeee, adjussi, jangan bercanda, aku sudah menunggu sejak sejam yang lalu__.” Ia menarik kotak pizza yang kubawa.
“Maaf Tuan, ini bukan pesanan anda,” aku menarik kembali kotak pizza itu, membuatnya mengangga sebentar.
“Aish, jinjja! Adjussi ini__,” ia menarik kotak pizza itu lebih kuat lagi, membuatku sedikit terjengkang ke belakang.
Aku memandangnya marah, “Tuan ini bukan pesanan anda!!!” aku merebut kotak pizza itu dari tangannya.
Heechul membulatkan matanya, tapi kini ia tak berusaha merebut kembali kotak pizza yang sudah berpindah ke tanganku, kenapa? Ia mundur selangkah, wajahnya memasang ekspresi terkejut yang kurasa berlebihan.
Gawat, aku sudah memandangnya, meski aku menyamar, tapi ia tak mungkin melupakan mataku, mata seorang Kim Jaejoong, kali ini ekspresi terkejutnya berubah menjadi curiga. Aku memutuskan untuk berlari menyelamatkan diri.
“Ya! Adjussi!!!”
Sial, kenapa ia mengejarku? Umpatku dalam hati.
Aku berlari secepat mungkin, menabrak beberapa karyawan yang memandangku penuh tanya, aku masih bisa mendengar Heechul berlari sambil berteriak menyuruhku berhenti, tiba-tiba seorang karyawati di depanku menarik satu keranjang penuh pakaian keluar dari sebuah pintu, untungnya aku bisa menghindar, tapi tidak untuk Heechul, ia sempat jatuh bangun gara-gara menabrak keranjang itu, tapi ini bukan akhir untuk seorang Kim Heechul, ia tak kan menyerah, dasar! Aku mempercepat langkahku, tiba-tiba seseorang menarik lenganku di ujung belokan, memaksaku masuk ke dalam ruangan, aku merasakan tubuhku setengah terbang.
Tadi itu apa? Aku mematung di tempatku sekarang, berusaha mengumpulkan kesadaranku yang setengah hilang, aku mengerjap berkali-kali. Gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa.
***
Yunho POV
Aku mencengkeram lengannya, jantungku berdegup sangat cepat, takut dan khawatir, aku sendiri tak yakin kenapa aku bisa kehilangan diriku yang biasanya, yang bisa mengatasi segala sesuatu dengan tenang tanpa harus khawatir berlebihan, dan aku mulai muak dengan diriku yang lemah seperti ini, semua ini gara-gara seseorang.
Ia meringis kesakitan, kulepaskan tanganku, kurasa aku terlalu kuat mencengkeram lengannya.
Hening sejenak, aku mendekatkan telingaku ke pintu, memastikan apakah diluar sudah tak ada langkah-langkah mencurigakan lagi, sepertinya Heechul sudah menyerah, aku membuang nafas, lega.
Aku memandang sosok di depanku ini, tubuhnya bergetar, ia pasti takut ketahuan, “Paboya!,” celetukku dalam hati.
Kukeluarkan handphone dari saku celanaku, memencet-mencetnya sebentar, setidaknya ini cukup untuk menerangi wajah kami berdua. Ia bahkan masih menunduk, menutup matanya.
“Ya! Kau sudah gila?” Ia bergidik sebentar, tak mungkin kalau ia tak mengenali suaraku, aku melipat tanganku di depan dada.
Ia mengangkat kepalanya, ragu-ragu. Menatapku sebentar lalu mengerjap berkali-kali.
“Ya Tuhan, kenapa bayangan Yunho ada di depanku saat ini? Kurasa aku sudah gila__.” Jae memukul-mukul kepalanya.
“Ya! Ini memang aku__Jung Yunho, JUNG YUN-HO !!!” Aku menunjuk-nunjuk dadaku, kesal karena merasa tak dianggap sebagai makhluk hidup. Kutarik kedua telapak tangannya dan kutempelkan ke kedua pipiku.
“Ini lihat, aku nyata, bukan BAYANGAN!!!” Aku menatapnya kesal.
“Omo, Yunho-ya, ini benar kau!!!” Jae membulatkan matanya. Kami bertukar pandang sesaat.
Jae menarik tangannya cepat-cepat, berdeham sebentar, salah tingkah, aku tersenyum simpul.
***
Jaejoong POV
Kami duduk bersandar pada dinding yang lembab dan dingin, mataku mulai terbiasa dengan keadaan ini, Yunho sudah menarikku ke dalam sebuah toilet yang cukup luas, dengan 4 buah kamar mandi dan 3 wastafel, kurasa saat masih di-trainee aku sering kemari kalau dimarahi pelatih, menangis di pojokan sendirian, lalu Yunho akan datang, alih-alih menyemangatiku, ia akan mengejekku sebagai seorang namja cengeng, tapi anehnya, itu tak menyakitiku, malah membuatku lebih giat berlatih untuk bisa menyainginya, atau paling tidak menyamainya.
“Kau__, kenapa kau datang?”
Aku tersentak, menggaruk-garuk leherku yang tak gatal, “Aaah, padahal aku sudah berusaha menyamar dengan sempurna, kau hebat, bagaimana kau bisa mengenaliku?”
“Jae, apa kau tidak waras!!!” Yunho menatapku marah, “Bagaimana bisa kau berkeliaran disini? Bagaimana kalau kau ketahuan? Bagaimana kalau kau tertangkap oleh mereka? Bagaimana kalau tidak ada aku? Apa kau tak memikirkan seberapa bahayanya tindakanmu ini!!!” Ada nada marah yang tertahan di setiap kata-katanya.
Aku tak bergeming, semua yang dikatakan Yunho memang benar, dan aku malu untuk mengakuinya, semua ini karena kau, dasar manusia tidak peka.
Aku membenarkan posisi dudukku, kulemparkan tatapan mengejek padanya, “Setelah berhasil membuat terkejut seluruh warga korea, kau pikir aku bisa hidup tenang!!!”
Yunho tersentak, semburat merah muncul di pipinya, “K..Kka...Kau melihatnya?”
Aku memutar bola mataku, “Kau pikir aku tidak punya TV di rumah!!! Aish, jinjja___,” kulipat tanganku di depan dada. “Lagi pula, aku tak tahan melihatmu begitu melankolis.” Aku menatapnya sambil memicingkan mata.
Wajahnya kini jadi seperti kepiting rebus, “Aku__? Melankolis?” Ia mengarahkan telunjuk ke hidungnya, “Hah, kau sudah gila__,” ia mengalihkan tatapannya, tak berani memandangku.
Dasar orang tua gengsian, rutukku dalam hati. Ia lalu menyambar sepotong pizza dari kotak yang kubawa tadi, ia melirikku ragu-ragu, aku menatapnya jengkel.
Benda itu berpendar, mengkilat terkena cahaya dari layar handphone Yunho, aku membelalakan mataku, jantungku mulai berdegup tak berirama, kurasakan sekujur tubuhku kaku seperti habis tersengat listrik.
“Apa yang kau lihat?” Yunho mendapati diriku yang terlihat sangat terkejut.
“Itu__,” aku menunjuk benda yang melingkar di jari manisnya, “Kau__masih memakainya?” Pandanganku kini beralih ke kedua mata Yunho.
“Oh, ini__,” ia mendekatkan telapak tangannya ke arahku, “Tentu saja aku masih memakainya,” Yunho tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang putih.
“Apa kau tak menyadarinya? kemarin aku memakainya saat interview, makanya kalau aku muncul di TV, lihat dan amati dengan seksama.” Ia menatapku serius.
Tiba-tiba mataku terasa panas, aku tahu kau tak akan berubah, rasanya lega, “Gomawoyo.”
“Lihat, siapa sekarang yang lebih melankolis?” Yunho menatapku dengan senyum mengejeknya. Aku memajukan bibir bawahku, mengangkat kepalaku agar tak ada bulir-bulir air mata yang jatuh.
“Hei, ucapan terima kasih saja tidak cukup. Mana punyamu?” Yunho menatapku curiga.
Aku menarik sebuah kalung yang melingkar di leherku, mengangkatnya di depan kami berdua, benda itu berputar dan mengkilat-kilat di ujung rantai, “Aku juga tak pernah berubah.”
***
Changmin POV
“Sepertinya aku harus mencuci muka, tampangku benar-benar parah__”
Aku mengamati kantung hitam dibawah mataku dari layar handphone, benar-benar seperti mata panda, tapi setidaknya aku masih terlihat tampan, aku nyengir.
Aku membuka pintu kamar mandi lalu buru-buru menyalakan lampu, dan...
“Hyung__?” Aku membelalakan mataku melihat Yunho-hyung ada disana. “Apa yang kau lakukan?”
Ia tergagap-gagap, seperti orang yang ketakutan, apa aku terlihat seperti hantu?
Aish, ini pasti gara-gara mata panda, aku berdecak frustasi.
Selasa, 01 Mei 2012
Without Words (5)
Title :
Without Words (5)
Author :
Febryana
BGM :
Without Words - 9th Street
The previous part is here. Enjoy it^^
Jae POV
Jiji sedari tadi mengeong, mencakar-cakar
ujung selimutku, aku memandangnya sebentar lalu menghela nafas panjang, sebentuk
wajah itu muncul lagi di kepalaku, kutarik selimut hingga menutupi kepalaku,
dan saat ini kuakui, aku membencinya.
“Hyung sampai kapan kau akan bergelung disitu?”
Aku bisa mendengarnya dari balik selimut,
Junsu memanggil Jiji untuk mendekat padanya.
“Kasihan sekali, seharian ini tuanmu tak
peduli padamu ya? Sini sama paman saja ya? Uuum...”
Aku bisa membayangkan wajah Junsu ketika dia
berkata seperti itu, wajah polos dan kekanakannya membuatku sedikit menarik
ujung bibirku.
“Hyung!!!” Junsu menarik selimutku, aku
mendapati dirinya mendekap Jiji dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya
menarik selimutku hingga jatuh ke lantai. Aku terpaksa bangun dan memandangnya
kesal.
“Ya! Biarkan aku hidup tenang hari ini!” Kini
aku menarik bantal untuk menutupi kepalaku, kembali meringkuk di katas kasur.
“Hyung, kau ini kenapa? Semenjak kau pulang tadi
malam sikapmu jadi aneh?”
Mendengar kata-katanya membuatku mengingat
kembali kejadian malam itu dan lagi-lagi aku membencinya. “Sudahlah, jangan
ganggu aku!”
“ Yun-ho hyung lagi__?” ada nada hati-hati ketika
ia mengucap nama orang itu, orang yang sudah membuatku seperti ini selama
seharian penuh.
Aku mendesah, kupaksakan tubuhku untuk duduk
di kasur, aku menatap wajah Junsu yang terlihat menyesal sudah memasukkan nama
orang itu ke dalam kalimatnya.
Tiba-tiba Jiji melompat dari dekapan Junsu,
Jiji mengelus-eluskan kepalanya ke pahaku, aku balas mengelus kepalanya, aku
tersenyum, berapa kali pun aku mencoba, aku memang tak pernah bisa membenci
dia, termasuk kau Jiji.
“Oke Junsu-ah, aku akan bangun__.” Aku berdiri
di samping kasur dengan Jiji dalam dekapan tanganku.
Junsu nyengir, menampakkan
deretan giginya yang putih. Aku tahu yang ia pikirkan saat ini. Saat itu juga
kuacungkan telunjukku tepat di depan wajahnya.
“Eits, kali ini aku sedang tak berminat untuk
masak, jadi jangan berharap,” ia memberengut kesal.
“HYUUNGG!!!”
Yoochun
berlari ke arahku, menarik lenganku cepat-cepat ke ruang TV lalu memaksaku
duduk di sofa, ia lalu meraih remote dan mengeraskan volumenya, aku
memandangnya heran, tapi suara itu membuatku langsung memusatkan pandanganku di
layar berbentuk persegi panjang di depan kami, sebentuk wajah yang memenuhi
pikiranku seharian ini, muncul disana dan tidak diragukan lagi dia selalu
tampan, berwibawa seperti biasanya. Aku terlalu sibuk menganggumi penampilannya
hingga melupakan apa yang sudah dilakukannya padaku malam tadi. Kau benar Jiji,
aku tak pernah bisa membenci tuanmu yang satu itu.
“Ini live?” Junsu ikut nimbrung, ia memilih
duduk di sebelah kananku.
“Sst, jangan berisik!” Yoochun, yang sedari
tadi sudah duduk di sebelah kiriku, melotot ke arah Junsu, ia mendekatkan
telunjuk ke bibirnya, memberi isyarat untuk diam, aku terkikik pelan, kurasa
suara Junsu tak bisa dibandingkan dengan berisiknya presenter yang sedang mewawancarai
Yunho, Chun-ah kau terlalu berlebihan.
***
Author POV
“Baiklah, sekarang beralih ke Yunho-ssi.”
“Ne,” Yunho membenarkan posisi duduknya.
“Kau terlihat pucat, apa kau sedang sakit?”
Jaesuk mengamati tiap inchi wajah Yunho, selang sebentar Yunho tersipu.
“Kenapa anda menatap saya seperti itu?” Ia
tertunduk malu.
“Ah ye, mianhae Yunho-ssi,” Jaesuk tertawa
garing, “Apa kau sakit?” Jaesuk kembali mengulang pertanyaanya.
“Hanya sedikit tidak enak badan,” Yunho
menjawab dengan sopan.
“Dia kurang tidur tadi malam__,” Changmin
menimpali, Yunho menatap Changmin sebentar, lalu kembali menatap Jaesuk dengan
anggukan kecil.
“Wah TVXQ memang selalu sibuk ya? Jaga
kesehatanmu Yunho-ssi__,” Jaesuk menepuk punggung Yunho pelan, Yunho mengangguk
sopan.
“Bagaimana dengan konser di Jepang kemarin?”
Jaesuk membuka pertanyaan pertama.
“Semua berjalan dengan lancar dan kami sangat
bahagia bisa kembali menyapa para fans Jepang,” Changmin mengangguk setuju.
“Kudengar seluruh tiket terjual habis
jauh-jauh hari, benarkah itu?”
“Ah ye,” Yunho mengangguk.
“Wah, kalian benar-benar hebat!” Jaesuk
menggeleng-gelengkan kepalanya-heran.
“Sekarang TVXQ hanya digawangi oleh dua
member, adakah perbedaan yang kalian rasakan?” Jaesuk sepertinya akan membawa
interview ini ke pertanyaan yang lebih sensitif.
“Perbedaan itu pasti ada, tapi kami berusaha
semaksimal mungkin untuk memberikan penampilan yang terbaik kepada penggemar,
dan yang jauh lebih penting, aku dan Changmin, kita berdua menjadi semakin
kuat,” Yunho menatap Changmin, Changmin membalasnya dengan tersenyum simpul.
“Yunho-ssi kau menangis ketika konser di
Jepang, benarkah itu?”
Yunho tersenyum malu, menutupi mulutnya.
Jaesuk ikut tersenyum. Changmin mengangguk mengiyakan.
“Saya terbawa suasana ketika itu__,” Yunho menatap
Changmin sebentar.
“Saya sempat
khawatir kalau dia sudah lupa cara untuk menangis,” celetuk Changmin sambil nyengir
jahil, Yunho hanya tertunduk malu, Jaesuk tertawa memuji lelucon Changmin.
“Kami merasa terharu atas segala dukungan dan
perhatian dari fans, mereka sangat mencintai TVXQ, terima kasih atas
kepercayaan kalian,” Yunho menambahkan, dan kesedihan itu tiba-tiba muncul di
kedua matanya.
Mereka lalu kembali melakukan tanya jawab
tentang promo album, konser, dan kesibukan TVXQ akhir-akhir ini, kemudian
masuklah ke sesi terakhir, pertanyaan yang lebih santai.
“Setiap orang pasti pernah menyesal dalam
hidupnya, apa yang paling membuatmu merasa menyesal dalam hidup ini,
Changmin-ssi?”
Changmin tergelak, matanya mengerjap-ngerjap
sebentar.
“Dia melamun tadi__,” Yunho meringis menatap
wajah dongsaengnya yang sering blank
itu.
Changmin tersipu malu, menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal. “Bisa Anda ulang pertanyaannya?”
Changmin meringis.
Jaesuk tertawa kecil lalu kembali mengulang
pertanyaannya tadi.
“Emmm, sebenarnya aku ingin menyampaikan ini
kepada adikku__,” Changmin menatap Jaesuk, ia mengaitkan kedua telapak
tangannya di depan dada.
“Ah, silahkan katakan saja di depan kamera__,”
Jaesuk mempersilahkan Changmin untuk berbicara di depan kamera.
“Untuk adikku, oppa minta maaf karna sering
tidak memperhatikanmu, oppa janji akan mengajakmu bermain lebih sering walaupun
jadwal kami padat, jadi jangan marah, saranghae...” Changmin membentuk tanda
hati dengan kedua tangannya, muncul sedikit rona merah di pipinya, senyum kelegaan
menghiasi wajah Changmin setelah itu.
“Jadi penyesalan Changmin adalah karena kurang
perhatian pada adiknya,” Jaesuk menerangkan. Changmin mengangguk malu.
“Bagaimana dengan
Yunho-ssi?” Jaesuk kini beralih menatap Yunho.
“Ah ye, sebenarnya
saya ingin mengatakan sesuatu kepada seorang teman__,” Yunho menatap Changmin,
Changmin mengangguk, mengerti apa yang ada di pikiran hyung-nya itu.
“Saya sudah
membuatnya menangis tadi malam__,” Yunho nampak melankolis. Jaesuk menatapnya
ingin tahu. Yunho tertunduk sebentar lalu menatap kearah kamera, tersenyum
penuh penyesalan.
“Mianhae, jeongmal...,”
ia kembali menunduk, mencari kata-kata yang tepat, “Aku tahu aku salah, dan__
aku menyesalinya.”
Yunho menatap
Changmin yang tertunduk, tapi Changmin hanya tersenyum tipis, tak berani
menatap mata Yunho, Yunho menangkupkan tangannya ke dada, tampak sebuah cincin
melingkar di jari manisnya, mengkilat tersorot cahaya.
“Jadi__ jangan
menangis lagi, aku berjanji tak kan mengulangi kesalahan yang sama. Percayalah
padaku.”
Langganan:
Postingan (Atom)