tumblr.
Ketika kau
naik bianglala, kau pasti tahu rasanya, aku pernah mencobanya waktu kecil dan
itu sungguh luar biasa, setidaknya ingatanku tak terlalu buruk untuk memutar
ulang sensasinya.
Seperti
balon gas yang dilepas ke angkasa, perlahan bergerak keatas, mencoba menyentuh
langit bertabur bintang.
Saat jantungku
berdentam-dentum dan kapsul itu mulai naik perlahan, takut, khawatir,tapi juga berharap sampai atas, aku menunggu dengan tak
sabaran.
Aku gugup
sekali, hingga tak berani melihat ke bawah, tapi sekelilingnya sungguh
menakjubkan, lampu-lampu kota berpendar indah dan bintang-bintang berkelip terang,
warna-warni penuh sambutan.
Saat aku
ada di titik tertingginya, kekhawatiran itu meleleh begitu saja, gembira dan bangga
menatap dunia, sungguh menakjubkan.
Lalu
kapsulnya bergerak lagi, perlahan turun, kembali menapak bumi, tak rela untuk pergi,
ingin dan ingin naik lagi, tapi ketika kakiku sudah menjejak tanah, maka aku
cukup tahu untuk berhenti dan menyimpannya dalam hati, benar, “Aku berhasil
menaklukkan bianglala!”
Dan aku
sangat familiar dengan sensasi ini, perlahan harapanku dibumbung tinggi jauh ke
angkasa, sedikit takut tapi kutepis, khawatir tapi kunikmati, menunggu,
menunggu dengan tak sabaran.
Ketika sampai
di titik tertinggi, dilingkupi perasaan gembira dan bangga, aku seakan-akan
berhasil meraihnya, hebat.
Tapi waktu
memberikan jawaban lain, ia selalu baik, mengingatkanku agar tak bergerak
terlalu jauh, mengajakku perlahan turun, menumbangkan harapanku, membuyarkan
lamunanku, menarik kembali diriku menapak bumi.
Kalau ini
aku tak ingin naik lagi, aku rela untuk pergi, kakiku sudah menjejak tanah,
maka aku cukup tahu diri untuk berhenti dan menyimpannya dalam hati, “Kali
ini aku gagal lagi!”
Itu tentang
kamu, tentang epilog yang tak terduga, jauh berbeda dari kisahku yang berhasil menaklukkan bianglala,
benar, waktu selalu baik untuk menghentikan, tapi tak pernah benar-benar baik untuk memberi petunjuk, jatuh ke lubang yang sama, selalu begini, terulang lagi, kecewa juga sedih.
Nyatanya, meski aku cukup tahu, tapi tak pernah cukup untuk
mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar