Selasa, 05 Maret 2013

Cukup Tahu



tumblr.


Ketika kau naik bianglala, kau pasti tahu rasanya, aku pernah mencobanya waktu kecil dan itu sungguh luar biasa, setidaknya ingatanku tak terlalu buruk untuk memutar ulang sensasinya.

Seperti balon gas yang dilepas ke angkasa, perlahan bergerak keatas, mencoba menyentuh langit bertabur bintang.

Saat jantungku berdentam-dentum dan kapsul itu mulai naik perlahan, takut, khawatir,tapi  juga berharap sampai atas, aku menunggu dengan tak sabaran.

Aku gugup sekali, hingga tak berani melihat ke bawah, tapi sekelilingnya sungguh menakjubkan, lampu-lampu kota berpendar indah dan bintang-bintang berkelip terang, warna-warni penuh sambutan.

Saat aku ada di titik tertingginya, kekhawatiran itu meleleh begitu saja, gembira dan bangga menatap dunia, sungguh menakjubkan.

Lalu kapsulnya bergerak lagi, perlahan turun, kembali menapak bumi, tak rela untuk pergi, ingin dan ingin naik lagi, tapi ketika kakiku sudah menjejak tanah, maka aku cukup tahu untuk berhenti dan menyimpannya dalam hati, benar, “Aku berhasil menaklukkan bianglala!”

Dan aku sangat familiar dengan sensasi ini, perlahan harapanku dibumbung tinggi jauh ke angkasa, sedikit takut tapi kutepis, khawatir tapi kunikmati, menunggu, menunggu dengan tak sabaran.

Ketika sampai di titik tertinggi, dilingkupi perasaan gembira dan bangga, aku seakan-akan berhasil meraihnya, hebat.

Tapi waktu memberikan jawaban lain, ia selalu baik, mengingatkanku agar tak bergerak terlalu jauh, mengajakku perlahan turun, menumbangkan harapanku, membuyarkan lamunanku, menarik kembali diriku menapak bumi.

Kalau ini aku tak ingin naik lagi, aku rela untuk pergi, kakiku sudah menjejak tanah, maka aku cukup tahu diri untuk berhenti dan menyimpannya dalam hati, “Kali ini aku gagal lagi!”

Itu tentang kamu, tentang epilog yang tak terduga, jauh berbeda dari kisahku yang berhasil menaklukkan bianglala, benar, waktu selalu baik untuk menghentikan, tapi tak pernah benar-benar baik untuk memberi petunjuk, jatuh ke lubang yang sama, selalu begini, terulang lagi, kecewa juga sedih.

Nyatanya, meski aku cukup tahu, tapi tak pernah cukup untuk mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar