Sabtu, 23 Juni 2012

Without Words (9)

Title : Without Words (9)

BGM : CN Blue-Love

Okay, my update was late, mianhae, the previous part is HERE 
plis enjoy this part n comment, gomawo...

“Dan Jae, selamat tinggal. Jaga dirimu baik-baik.”

Aku tak mau menoleh lagi, kulangkahkan kakiku menjauhinya, menjauhi Jae yang kurasa sudah menangis tersakiti disana, pertemuan ini sudah salah dari awalnya, semua salahku, kau datang karena kebodohanku yang memelas di depan warga Korea, mencariku tanpa peduli akan keselamatanmu, mengorbankan dirimu hanya karena harga diriku yang terlalu tinggi untuk menemuimu lebih dulu, kau memang tidak pernah mengecewakanku Jae, namun pantaskah aku dicintai oleh orang sepertimu? Aku malu sekaligus sedih bila harus bertatap muka denganmu, aku yang seperti ini tak bisa melindungimu walaupun sudah mati-matian kulakukan, maafkan aku Jae, karena yang kulakukan selama ini hanyalah selalu menyakitimu.

Jadi kurasa dengan begini aku tak akan berharap terlalu tinggi lagi, tentang kita yang bernyanyi, bersama, berlima, aku tak mau mendengar cerita bahagia itu lagi Jae, karena aku tak mau terbang terlalu tinggi, sedangkan orang-orang disana sudah siap untuk membuat kita jatuh dan semakin tersakiti. Aku yakin suatu hari nanti kau akan mengerti pilihanku ini, karena seperti yang kau bilang, kau dan aku adalah satu jiwa yang saling melengkapi, tapi saat ini apapun yang kita lakukan hanya akan menyakiti satu sama lain, jadi kurasa sudah cukup sampai disini, biarkan pertemuan kali ini menjadi yang terakhir.

“Hyung__,” teriakan Changmin membuyarkan lamunanku, ia lalu berlari kecil kearahku membawa kotak makanan yang tak kuketahui apa isinya. “Ada apa dengan wajahmu?” Changmin menatapku curiga.

Sudah kuduga, aku memang tak bisa menyembunyikan apapun kalau ada hubungannya dengan Jae, aku sedang tidak ingin menjelaskan, yang aku tahu saat ini aku harus segera pergi, dari tempat ini, dari seorang namja yang tersakiti disana, karena jika aku menoleh ke belakang, maka aku tak kan bisa pergi, saat ini dorongan-dorongan sinting untuk berlari ke belakang, memeluknya, dan menghapus air matanya hampir membuatku gila.

“Ayo kita pulang__,” kutarik lengan Changmin mengikuti langkahku.

Changmin menghentikan langkahnya, menolak mengikutiku “Waeyo? Aku membawa makanan untuk kalian berdua,” ia menatapku menuduh, “Bisa kau jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi? Dan dimana Jae hyung?”

***

Aku segera keluar dari mobilku, telepon dari Jaejoong hyung sepuluh menit yang lalu benar-benar membuatku khawatir, sedetik saja semenjak kepergiannya ke SM tak bisa membuatku duduk tenang di rumah, bahkan aku sempat membentaknya ketika ia nekat pergi kesana untuk menemui Yunho hyung, juga sedikit menceramahi Yoochun yang dengan mudahnya membiarkan dia pergi, dasar tidak waras, batinku kesal.

Aku memutar kepalaku ke segala penjuru, mencari-cari sosok Jae-hyung, dan untunglah tak perlu waktu lama untuk menemukan dirinya, namja berambut coklat keemasan yang terkulai lemas diatas meja bar.

“Hyung__,” aku mengguncang tubuhnya pelan.

Jaejoong hyung menggeliat, beberapa botol minuman bertengger di depannya, sudah pasti ia banyak minum kali ini, ia mengumpulkan tenaga untuk menegakkan kepalanya yang kurasa pasti sangat pening, lalu memicingkan matanya untuk melihatku.

“Ooh, Junsu-ah kau sudah datang__,” dan tiba-tiba kepalanya terkulai lagi menempel di meja bar.

Kali ini apa lagi? Yunho-hyung lagi? Batinku kesal, aku memandang prihatin sosok ringkih di sampingku. Kuputuskan untuk membantunya berdiri dan sedikit menyeretnya secara paksa meninggalkan tempat ini.

***

Changmin menghela nafas, ia menatap Yunho dengan pandangan kesal, sedang yang ditatap hanya memandang kosong ke depan, ia membuka mulutnya, berusaha mencari kata yang tepat untuk hyung-nya itu, namun sadar kalau ia sudah kehabisan kata-kata untuk membuat kewarasan seorang Jung Yunho kembali, terpaksa ia mengatupkan kedua bibirnya, memilih diam.

“Bukankah aku gila, bocah?” Yunho menginjak pedal rem, ketika traffic light berubah warna merah.

“Aku tak tahu,” jawabnya singkat.

“Kau marah?” Yunho tesenyum getir, “Sudah banyak orang yang membenciku, lalu sekarang kau ikut-ikut juga, bocah? Bukankah ini terlalu kejam.”

Changmin mendesah, kenyataannya memang begitu, segala cacian dan hujatan selalu Yunho telan sendiri, keputusannya untuk tetap bertahan sebagai leader TVXQ, membuatnya menanggung tanggung jawab dan penderitaan yang terlalu berat, dan Changmin tak punya kekuatan apapun untuk mengobati luka yang telah mereka torehkan.

“Aku tak bisa mengerti jalan pikiranmu, dan aku sedang mencoba untuk mengerti__.” Changmin melipat tangannya di depan dada.

Traffic light berubah warna, Yunho menginjak pedal gasnya pelan, tiba-tiba saja matanya terasa panas, bayangan wajah Jae yang terluka menekan-nekan dadanya. Changmin yang sedari tadi meliriknya mulai merasa khawatir.

“Jangan ditahan, menangis bukanlah hal yang memalukan, hyung.”

Sebutir air mata tampak mengalir di pipi Yunho, ia segera mengusapnya, lalu kembali memusatkan konsentrasinya untuk menyetir.

“Apa aku terlihat menyedihkan, Changmin-ah?” 

“Retoris, perlukah kujelaskan seberapa parahnya wajahmu sekarang?” Changmin memalingkan wajahnya, memandang pertokoan di pinggir jalan yang mereka lewati, bosan mendengarkan pertanyaan yang sama tiap kali hyung-nya itu kerasukan jiwa melankolis.

Yunho tertawa kecil, “Bisakah kau sedikit lebih ramah pada orang yang sedang patah hati?” Yunho melirik Changmin yang menghindar untuk menatapnya.

Changmin berdecak kesal, “Kau yang berbuat, lalu kenapa harus aku yang bertanggung jawab?”

Yunho tak mau mengambil resiko disaat maknae-nya ini sedang dalam kondisi marah, ia lebih memilih untuk diam, membiarkan keheningan merayap diantara mereka.

***

“Aa-Kuuu Pu-laaangg...,” teriak Jae ketika ia memasuki rumahnya.

Junsu dan Yoochun membopong Jaejoong yang mabuk berat ke sofa di tengah ruang TV, mereka merebahkan tubuh hyung-nya itu diatas sofa, lalu melepas jaket dan kaus kaki yang ia pakai, sudah menjadi kewajiban rutin mereka untuk mengurus Jaejoong tiap kali ia patah hati dan melampiaskannya dengan minum-minum.

“Biar kuambilkan minum Junsu-ah__,” Yoochun memandang prihatin Junsu yang sepertinya kewalahan mengurus Jaejoong, bagaimana tidak, sehabis 8 jam latihan untuk drama musikalnya, ia masih harus mengurusi namja menyedihkan yang kini sedang tertidur pulas dengan wajah malaikatnya.

Tapi sebelum Yoochun melangkah ke dapur, Jaejoong menarik lengannya, “Mau kemanaaaa?”

Yoochun beralih menatap Jae yang masih menutup matanya, ia mengigau dalam tidurnya, perlahan dilepaskannya tangan Jae, dan diletakkan di samping tubuh hyung-nya yang terlihat menyedihkan itu.

 “Jangan pergi__,Yunho-ah. Kumohon__,” sebulir air mata mengalir di pipi Jaejoong kemudian.

***

Yunho memarkirkan mobilnya, keheningan yang timbul diantara mereka mulai membuatnya tak tenang. Ia menatap maknae-nya yang sedari tadi hanya diam, tak mau menatapnya.

“Ayo turun,” Yunho melepas seatbelt yang menyilang di dadanya.

“Kalau kau merasa ini terlalu menyakitkan, kumohon hentikan.” Changmin kini menatap Yunho, “Aku tahu kau terluka, tapi membuat Jae hyung menangis seperti itu__.”
Changmin menghela nafas, merasakan nada kemarahan tertekan di setiap kata-katanya, “__itu bukan dirimu, hyung.”

Kini kata-kata Changmin semakin menambah luka di hati Yunho. “Aku tak punya pilihan lain, Changmin-ah, kurasa dengan begini__,”

Changmin memotong kalimat Yunho, “Semua akan menjadi lebih baik?” Changmin memutar bola matanya, tak tahan mendengar berbagai macam pembelaan yang dilakukan hyung-nya itu selama ini.

“Bahkan dari awal pun, kita tak pernah benar-benar baik, hyung,” ujar Changmin sebelum menutup pintu mobilnya.

***

Yoochun mengusap sebulir air mata yang mengalir di pipi Jaejoong, merasakan betapa menyedihkannya hyung-nya itu, seharusnya ia tak membiarkan Jaejoong pergi, seharusnya ia bisa mencegahnya menemui Yunho, seharusnya ia memukul Jaejoong agar otaknya bisa jadi__, paling tidak sedikit waras, perasaan menyesal bercampur marah memenuhi dadanya, menekan-nekan dan sesak, tapi apa yang bisa ia lakukan? Namja yang sedang terkulai tak berdaya di depannya ini adalah hyung yang amat disayanginya, dan melihatnya kehilangan salah satu sumber kebahagiaannya, Jung Yunho, membuatnya merasa bertanggung jawab atas segalanya, atas senyum, tawa, dan cinta yang terenggut dari hidup seorang Kim Jaejoong.

Tiba-tiba matanya terasa panas, ia mengangkat wajahnya, menahan air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya, menyadari keadaan akan jadi serba melankolis, Junsu berdiri lalu merangkul pundak Yoochun.

“Yaah, Yoochun-ah, sudahlah__,” Junsu menepuk-nepuk punggung Yoochun pelan.

“Mianhae, Junsu-ah,” Yoochun menatap Junsu dengan mata berkaca-kaca.

Junsu tersenyum, “Ya! Jangan memasang tampang begitu, jelek tahu_,” Junsu mengacak rambut Yoochun.

Yoochun meringis, tapi sepertinya air mata itu pada akhirnya tetap tak terbendung juga.

2 komentar:

  1. woaaa... semakin nyesek. dan aku jadi makin penasaran kemana cerita ini bakal dibawa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih atas komennya, tggu terus kelanjutan critanya y chingu ^^b

      Hapus