Sabtu, 09 Juni 2012

a secret-love letter (3)



Kini aku duduk di sebuah bangku panjang, di tengah-tengah padang rumput hijau berembun, menatap awan yang berarak dengan latar belakang langit sebiru laut, 

__yang entah sejak kapan menjadi salah satu kebiasaan baruku. Menyadari kalau aku sendiri, sepi, dan ganjil.

Bagiku, terlalu penat untuk terus mengira-ngira, terlalu menyedihkan menebak-nebak tanpa ada jawaban.

Apa yang kau lakukan? Apa yang kau makan pagi ini? Apa yang membuatmu tersenyum? Apa yang membuatmu sedih? Apa kau bahagia sekarang?

Well, lagi-lagi ini terlalu retoris dan cheesy...

Aku ataupun kamu sama-sama membuat batas masing-masing, mengukur berdepa-depa jarak terpisah, menahan luapan-luapan perasaan yang bisu, menutupi kenyataan rengekan kerinduan yang menjengkelkan.

Pada akhirnya entah mengapa semua berubah menjadi semacam perasaan kesal berpadu benci, tapi juga tak mau pergi, dan payahnya selalu begini...

Kecewa karena jarak yang kita buat sendiri, karena waktu yang meningkahi kenangan, karena kisah yang merumitkan, karena ekspektasi berlebihan yang mengecewakan, karena senyuman tanpa makna, karena pertemuan yang berakhir dengan perpisahan, karena sedetik dalam hidupku yang sudah terlanjur mengenalmu...

Kalau pada akhirnya akan seperti ini seharusnya aku tak melangkah terlalu jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar