Kini aku duduk di sebuah bangku panjang, di
tengah-tengah padang rumput hijau berembun, menatap awan yang berarak dengan
latar belakang langit sebiru laut,
__yang entah sejak kapan menjadi salah satu
kebiasaan baruku. Menyadari kalau aku sendiri, sepi, dan ganjil.
Bagiku, terlalu penat untuk terus
mengira-ngira, terlalu menyedihkan menebak-nebak tanpa ada jawaban.
Apa yang kau lakukan? Apa yang kau makan
pagi ini? Apa yang membuatmu tersenyum? Apa yang membuatmu sedih? Apa kau
bahagia sekarang?
Well, lagi-lagi ini terlalu retoris dan cheesy...
Aku ataupun kamu sama-sama membuat batas
masing-masing, mengukur berdepa-depa jarak terpisah, menahan luapan-luapan
perasaan yang bisu, menutupi kenyataan rengekan kerinduan yang menjengkelkan.
Pada akhirnya entah mengapa semua berubah
menjadi semacam perasaan kesal berpadu benci, tapi juga tak mau pergi, dan
payahnya selalu begini...
Kecewa karena jarak yang kita buat sendiri,
karena waktu yang meningkahi kenangan, karena kisah yang merumitkan, karena
ekspektasi berlebihan yang mengecewakan, karena senyuman tanpa makna, karena
pertemuan yang berakhir dengan perpisahan, karena sedetik dalam hidupku yang
sudah terlanjur mengenalmu...
Kalau pada akhirnya akan seperti ini
seharusnya aku tak melangkah terlalu jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar