Selasa, 20 November 2012

Desiran Itu

cr: www.brianshe.com 

Aku menghirup aroma melati dari cangkir tehku, mengecap campuran rasa antara manis dan pahit, ini berbeda dari kopi, manis lembut dan pahit yang tak perih, begitu ku menerangkannya, dan kau bisa saja mendefinisikan kalau rasaku memang sudah seperti ini.

Lama aku menunggu, bukan seseorang, hanya menunggu waktu kembali. Bodoh, bisa dibilang begitu, bagaimana waktu bisa kembali? Waktu sebegitu lincah dan gesit, mengitari cerita-cerita tentang aku, dan kau pastinya, satu-satunya pertanyaan yang tak berujung jawaban.

Tentang pertanyaan itu. Aku tak yakin karena sampai sekarang aku pun tak bergeming akan tingkah polahmu, kenapa kau berubah dan kenapa aku harus dikambing hitamkan dalam urusan ini, kau tahu aku mencoba untuk melangkah, namun rasanya ada tembok besar menghalang kita.

Denting. Ketika sendok tehku menyentuh bibir cangkir, begitu pula ingatanku terbangun, tentang pertanyaan beranimu kepadaku, namun kurasa kau lebih cenderung meminta, jadi jangan marah kalau aku mengartikannya sebagai sebuah permintaan kekanak-kanakan.

Jantungku berdesir kala itu, aku memang pengecut untuk bilang “Iya”, bukan tidak mau, hanya saja aku suka kita yang seperti ini saja, tak terikat ataupun mengikat, ini zona amanku dan aku tak mau melanggarnya.

Aku kembali menyesap tehku, manis sebentar, seperti dulu ketika kita bercerita tentang cita dan harapan, ketika suaramu menjadi salah satu hal yang kugemari, dan ketika dadaku dipenuhi ledakan kembang api ketika kau menatapku, ini rahasiaku, tapi sekarang kau berhak tahu, meski kurasa kau pun tak mau.

Dan lambat laun manis itu tergantikan oleh rasa pahit, tidak perih, tapi juga tak mau lekas lenyap, seperti sekarang ini, ketika aku hanya duduk di salah satu meja kecil ini, sembari menunggu waktu,yah, kurasa aku menjadi yang sedikit tersakiti kali ini.

Aku mau jujur sekarang, kalau aku tak pernah berubah, kalau kau tanyakan lagi mengenai desiran itu, iya, ia masih ada di dalam sini, dan aku sedikit kecewa karenamu, karena dirimu yang tiba-tiba berubah haluan hanya karena sebuah kata “Tidak,” jadi sebegitukah dangkal rasamu padaku.

Well, aku tak akan menumbalkan apapun untuk kita, buatku, diam tak bergeming, di sudut ini, bisa menjadi obat bagi peluhku, meski bukan menjadi jawaban atas pertanyaanku, namun aku lega melihatmu kembali tersenyum, karena sekarang aku sudah tahu, kalau kau tengah duduk disana dengan lelaki yang kau cintai, sekarang, menyesap teh manis berdua.

2 komentar:

  1. ini ceritanya cowoknya ditolak tapi berpaling ya yan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cew.ny yg ditolak n brpling, tpi cow.ny yg nolak msih sdkit suka =p

      trgantung penafsirn msg2 reader aj

      Hapus