Senin, 16 April 2012

Without Words (3)


        Title      :   Without Words (3)

  POV  : Hero Jaejoong
 
 Author : Febryana P.W

BGM  : Don't Cry My Lover-DBSK

FF ini hasil kolaborasi with my oennie, yuridista,  part sebelumnya bisa dibaca disini , hope u enjoy it^^

***

Aku menghentikan mobil tepat di depan kedai kopi favoritku, Yoochun yang sedari tadi mengomel, melirikku sinis.

"Ayo turun," kataku sambil melepas seatbelt. Ia hanya cemberut, melipat tangannya di depan dada. "Siapa suruh kau ikut?" celetukku melihat tingkah kekanakannya.

"Hyung!" Ia melotot.

Aku tahu ia hanya mengkhawatirkan kesehatanku saat ini, berharap aku tidur di kamar dengan selimut tebal, dan menelan obat penurun panas, memangnya dia pikir aku anak kecil?
Pikiranku sedang penat sekali, aku hanya ingin keluar, melakukan rutinitas sabtu malamku, minum Americano, setidaknya itu bisa kusebut sebagai hiburan di tengah jadwal kami yang padat.

Aku memutar bola mataku, "Iya, iyaaa__ Ini yang terakhir kalinya, lekas turun," kataku sebelum menutup pintu mobil.

Aku mengecek jam tangan, pukul 02.10, saat yang tepat bagi selebritis untuk berkeliaran di tempat umum, kuharap wartawan-penguntit-menyebalkan itu sedang tidur pulas di kamarnya. Yoochun keluar dari mobil, menggosok-gosok kedua telapak tangannya yang kedinginan, aku merapatkan mantelku, kami bergegas masuk kedai.

"Awas ya Hyung kalau kau berlama-lama__," ancamnya.

Aku terkekeh.

***

Kami melangkah dan memasuki kedai yang hangat, seperti biasa, jam segini selalu sepi, aku mengarahkan pandangan ke meja favoritku, tepat disamping kaca besar yang berbatasan langsung dengan trotoar, tapi ada dua orang disana, duduk di kursiku dan kursinya, aku menelan ludah, aku mengenal mereka, cara duduk mereka, postur tubuh mereka, senyuman mereka, mereka__ Yunho dan Changmin, tanganku kebas, kurasakan sekujur tubuhku bergetar hebat.

"Hyung! Apa yang kau lihat?" Yoochun menepuk bahuku pelan.

Aku berusaha menggerakkan bibirku, tapi tak ada suara yang bisa kukeluarkan, tiba-tiba lidahku kelu,  ternyata tak mudah untuk mengeja nama mereka seperti dulu lagi.

Selama ini kami sepakat untuk tak membicarakan topik tentang mereka lagi dalam kehidupan kami bertiga, meskipun begitu, aku masih saja melanggarnya, tapi yang satu ini terlalu tiba-tiba, kini aku dipaksa untuk mengingat kembali kenangan itu, memutar kembali potongan adegan-adegan masa lalu, tentang kami berlima, tangis, tawa, ketulusan, pengkhianatan, dan perpisahan, entah mengapa mataku terasa panas.

Yoochun mulai menyadarinya, ia tahu apa yang kulihat dan mungkin juga apa yang kurasakan saat ini, ia tahu kalau Yunho dan Changmin ada disana, di tempatku yang biasanya, kurasa ia juga sama terkejutnya denganku.

Tak disangka, Changmin menoleh kearah kami, ia membelalakan matanya dan berdiri seketika dari tempat duduknya, membuat sedikit guncangan di meja mereka. Yunho yang sedari tadi memandang keluar kaca, menoleh ke Changmin yang tiba-tiba berdiri, aku bisa melihat kemarahan dari kedua mata magnae kami itu. Yunho mengikuti arah pandang Changmin, dan disaat itulah, kedua mata kami bertemu, sontak, aku menunduk, menghindari kedua mata yang sudah berhasil membuatku rindu dan marah disaat yang bersamaan.

Yoochun menggenggam tanganku, ia tahu apa yang kurasakan, ia akan mencoba menguatkanku saat ini.

"Ayo kita pulang, Changmin-ah," Yunho menarik lengan Changmin, mereka melangkah kearah kami, aku bisa melihat magnae ini memandang kami sebagai pengkhianat yang menjijikan.

"Jakkaman Hyung__," Yoochun menghalangi jalan Yunho ketika kami berpapasan. "Beginikah caramu menyapa teman lama?" Ia menatap Yunho marah.

Yunho menghentikan langkahnya, bahkan untuk menatap kami saja ia tak mau, ia masih saja memandang lurus kedepan, menghindari bertemu mata dengan kami berdua.

"Teman?" Changmin terkekeh, "Memangnya kalian masih pantas disebut teman? Setelah semua yang kalian lakukan pada kami__."

Aku memperhatikan magnae-ku ini, ia tumbuh menjadi pria yang sangat tampan sekarang, sayangnya penderitaan dan kebencian itu lambat laun membuat tubuhnya terlihat semakin menyedihkan. Tiba-tiba perasaan bersalah merayapi hatiku, seharusnya Hyung tak meninggalkanmu Changmin-ah, batinku getir.

"Changmin-ah, hentikan." Yunho memberikan tatapan jangan-mulai-lagi kepada Changmin. Itu cukup untuk membuatnya menutup mulut.

"Biarkan kami pergi Chun-ah," kali ini ia menatap mata Yoochun, menahan segala amarah di setiap kata-katanya.

"Kau boleh tak menganggap aku, Hyung. Tapi tidak untuk Jae Hyung__," Yoochun tak mau kalah. Aku hanya bisa menunduk, menggigit bibir bawahku.

"Sudahlah Chun-ah, biarkan mereka pergi__," kugenggam tangannya lebih erat lagi. Aku menatap mata Yoochun, memohon.

Yunho memutar bola matanya, ia memandangku dan aku balas memandangnya, kini aku berusaha mencerna apa yang ada di pikirannya, aku selalu seperti ini setelah perpisahan itu.

"Aku akan menganggapnya, asalkan dia tak muncul lagi di hadapanku." Ia menarik lengan Changmin, menghalau tangan Yoochun yang menghalangi jalannya, mereka melangkah keluar kedai.

Aku tertunduk, kata-kata Yunho meninju dadaku, meninggalkan persaaan sesak yang berubah perih, keyakinanku tercabik-cabik, aku terluka dan hatiku hancur. Kurasakan tubuhku bergetar hebat, jantungku berdegup kencang, aku meremas dadaku, berharap ini bisa mengurangi sakit yang kurasakan saat ini, mataku terasa panas, dan tiba-tiba air mata itu keluar begitu saja, aku membungkuk kesakitan, meringkuk di lantai.

Yoochun bersimpuh di depanku, mengulurkan tangannya untuk meraupku dalam pelukannya, semakin kencang tangisku, semakin kuat ia mengeratkan pelukannya, ia menepuk-nepuk punggungku pelan, berusaha meyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.










1 komentar: